Bincang puisi di De Burry Cafe (Kitogalo.com/Heti rahmawati)

Kitogalo.com, Palembang – Definisi puisi yang sangat luas membuat banyak kalangan menyimpulkannya dengan gaya masing-masing. Tidak hanya rangkaian kata-kata, makna puisi sendiri merupakan karya terdalam dari seorang pujangga untuk mengekspresikan gambaran kehidupan dan imajinasi yang terkadang sulit disampaikan.

Puisi sendiri bisa menjadi ungkapan identitasnya sendiri. P itu pemusatan pemadatan, U itu ungkapan, I itu Imajinasi, S mewakili Subjektif dan I adalah indah.

“Puisi bukan hanya ungkapan melankolis semata, bisa jadi ekpresi kehidupan sehari-hari. Tapi tergantung dari sudut mana puisi itu ditulis,”kata Eko Sulistianto, seniman Palembang, di acara Culture Night Festival di Cafe De Burry Museum Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Jumat (19/10/2018) malam.

Makna uisi juga diartikan Anto Narasoma, seniman yang sejak tahun 1992 berkarya ini sebagai bentuk ekspresi kebebasan.

“Apakah pohon itu puisi? angin itu puisi? Sudah tentu, karena puisi itu fokus perhatian. Kata-kata yang dirangkai bisa menjadi kata estetika dan manis didengar,” ujarnya.

Puisi juga bisa berperan sebagai kata-kata diubah dan disusun secara estetika sehingga menjadi syair yang nikmat didengar. Ia menuturkan puisi dan sajak merupakan hal yang berbeda.

“Sajak itu menekankan akhiran yang senada entah itu aaaa atau abab mirip pantun, sedangkan puisi itu bebas” jelasnya.

Puisi dan karya sastra lainnya haruslah didokumentasikan dan diterbitkan hingga mendapat hak cipta. Hal inilah yang menjadi kekhawatiran seorang penyair senior Sumsel, Anwar Putra Bayu.

“Di Palembang sampai hari ini puisi masih ditulis dan dibacakan. Setiap hari Sabtu di RRI Palembang ada pembacaan puisi. Di koran Berita Pagi setidaknya ada 5 puisi ditulis di tiap minggunya, tapi yang sangat disayangkan karya-karya itu tidak diterbitkan” ungkapnya.

Baca Juga:
Patah Hati Menginspirasi Pringadi Abdi Surya Jadi Seorang Novelis
Kisah Teladan Orangtua Najaw Shihab Sebagai Pecinta Buku Sejati
Lukisan Ratu Sinuhun Percantik Wajah Baru Museum SMB II Palembang

Menjawab kekhawatiran tersebut seorang penulis muda Palembang, Wanda Lesma menuturkan bahwa dirinya tengah berjuang untuk menyediakan wadah untuk penerbitan puisi-puisi karya anak bangsa di Palembang.

“Namanya Aksara Pena, sekarang bekerja sama dengan penerbit yang ada di Yogyakarta. Saya harap dengana adanya Aksara Pena, para penulis, senima, dan budayawan bisa terawat dengan baik,”katanya.

Dengan adanya tempat penerbitan di Palembang, saat ini sudah banyak yang ia akan coba terbitkan salah satunya Buku Puisi Memori Puisi AK Ghani dan Buku Non-fiksi Walikota pertama Palembang.

Tak hanya berbayar, ia mengaku juga pernah menerbitkan buku gratis untuk para penulis dari gerakan pramuka yang berjumlah 400 tulisan.

Heti Rahmawati