Ilustrasi kekerasan anak (Pexels.com)

Kitogalo.com, Palembang – Beberapa hari terakhir, warga Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) Sumatera Selatan (Sumsel) dihebohkan dengan kasus pencabulan ayah ke anak kandungnya.

Hubungan darah atau disebut incest ini pun, ternyata kerap terjadi di Sumsel. Hal ini disampaikan oleh Direktur Eksekutif Women’s Crisis Centre (WCC) Sumsel Yeni Roslaini.

Untuk menekan angka incest di Sumsel, dia terus mendorong Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) agar segera disahkan. Karena Selama ini, tidak ada efek jera kepada pelaku, sehingga kasus incest terus terjadi.

“RUU PKS akan melindungi upaya pemenuhan traumatis dan perlindungan korban, mengedukasi keluarga korban kekerasan seksual, serta ancaman pidana bagi pelaku. Ini menjadi payung hukum bagi korban kekerasan seksual, terutama kasus incest sudah banyak terjadi,” katanya, Kamis (27/2/2020).

Diakuinya, masih banyak korban dan keluarga korban enggan untuk melaporkannya. Ada banyak faktor kenapa kasus incest ini tidak dilaporkan, terutama kebungkaman keluarga korban.

“Seperti faktor ekonomi, jika pelakunya adalah ayah kandung, pelaku juga sebagai pencari nafkah. Jika pelaku ditangkap, akan berdampak pada perekonomian keluarga,” ucapnya.

Namun, faktor ekonomi tidak selalu menjadi alasan pemerkosaan anggota keluarga itu terjadi. WCC Sumsel juga pernah menangani kasu incest, yang dilakoni ayah kandung yang merupakan pejabat Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Pulau Sumatera.

Faktor lainnya yaitu tidak ingin merasa malu dan dikucilkan oleh warga tempat tinggalnya. Karena, perbuatan asusila tersebut dianggap aib yang luar biasa. Daripada terusir dari kampung halamannya, baik korban maupun keluarga korban memilih tidak membongkar kasus incest ini.

Bahkan dari kasus yang WCC Sumsel tangani, keluarga korban sering menghakimi korban, yang menjadi penyulut aksi biadap pelaku.

Tekanan dari internal keluarga ini juga, membuat korban tidak berdaya untuk mengungkap kasus incest tersebut. Ada juga korban yang dituduh anggota keluarganya mengarang cerita pencabulan tersebut, dan ketidakpercayaan yang membuat korban tidak berdaya.

“Jika kita persentasekan, dari 10 kasus yang dilaporkan, mungkin ada 100 kasus yang tidak dilaporkan ke WCC maupun aparat hukum. Kebanyakan memang kejadian ini terjadi di daerah pelosok, namun ada juga beberapa yang terjadi di kota besar,” katanya.

Untuk mencegah kasus incest ini terjadi lagi, dia menghimbau kepada orangtua untuk memberikan edukasi seksual sejak dini. Meskipun masih banyak warga berpikiran, hal tersebut masih tabu dikenalkan ke anak-anak sejak dini.

Lalu, kepedulian di lingkungan warga juga harus ditingkatkan. Bisa dengan melihat perubahan kebiasaan anak-anak. Seperti di awalnya anak tersebut ceria dan sering berkumpul bersama teman sebayanya. Namun tiba-tiba berubah menjadi pemurung, jarang ke luar rumah dan perubahan bentuk tubuh.

“Kepedulian itu yang semakin terkikis di lingkungan kita sekarang, padahal itu menjadi salah satu langkah untuk membongkar kasus incest,” katanya.

Editor : Nefryu