Kitogalo.com, Palembang – Penyebaran berita bohong atau Hoax di internet yang sangat massif, menjadi perhatian khusus Kepolisian Republik Indonesia (Polri). Bahkan hampir setengah dari total penduduk Indonesia berpotensi terpapar Hoax.
Menurut Kombes Pol Asep Adi Saputra, Analisis Kebijakan Madya Bidang PID Divisi Humas Polri, dari pemberitaan Hoax banyak yang memicu keributan, salah satunya perang komentar di media sosial (medsos) yang berujung maut di Madura.
Berdasarkan data Digital of Indonesia 2018, dari total populasi sebanyak 265,4 Juta jiwa, pengguna internet mencapai 50 persen. Dimana, pengguna media sosial yang mencapai 49 persen dari populasi berpotensi terpapar Hoax.
“Agar Hoax tidak merajalela, pengguna internet harus terlebih dahulu membaca informasi dengan jelas, menanyakan, mengecek dan memastikan kebenarannya,” ujarnya dilansir Liputan6.com, saat ditulis Senin (4/12/2018).
Salah satu faktor mudahnya penyebaran berita Hoax yaitu kecenderungan masyarakat Indonesia yang kurang bertanggungjawab dalam bermedia sosial. Apalagi banyak yang ingin paling tercepat menyebarkan berita.
Ada empat aspek yang semakin membuat berita Hoax berkembang, yaitu ekonomi, ideologi, provokasi serta lelucon.
“Banyak yang menggunggah postingan di media sosial, seperti foto, video ataupun kalimat-kalimat. Banyak yang beranggapan medsos itu adalah privasi, padahal medsos merupakan ruang publik. Semua yang kita posting akan sangat mudah menyebar,” katanya.
Dari sejumlah kasus, para pelaku penyebar Hoax dan pelaku ujaran kebencian baru menyadari dan menyesali setelah ditangkap. Apalagi pelaku ujaran kebencian.
Penyebar berita Hoax pun bisa terjerat Undang-Undang (UU) ITE Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 28 Ayat 2, dengan ancaman pidana penjara selama enam tahun atau denda sebesar Rp 1 Miliar.
“Polri mempunyai alat yang sangat canggih untuk mendeteksi kejahatan siber, jadi sangat mudah diungkap. Banyak pelaku penyebaran hoax selama ini terkaget-kaget saat didatangi polisi,” katanya.