Kitogalo.com, Palembang – Saat merayakan hari lebaran, tentunya tradisi Halalbihalal tidak pernah terlewatkan.

Mengunjungi rumah sanak keluarga, tetangga dan rekan sejawat, menjadi momen penting selama masa berlebaran.

Saling bersilaturahmi dan meminta maaf adalah hal yang paling ditunggu para umat muslim di Indonesia.

Ternyata tradisi Halalbihalal saat berlebaran hanya ada di Indonesia. Tradisi saling memaafkan di hari Lebaran ini tak ditemukan di negara lain, bahkan negara yang menyebut dirinya negara Islam.

Siapa sangka tradisi ini bermula dari niat menyatukan bangsa dari perpecahan?

Rais Syuriah PBNU KH Masdar Farid Mas’udi bercerita bahwa untuk istilah halalbihalal memang pertama diucapkan oleh KH Abdul Wahab Chasbullah, salah satu pendiri Nahdlatul Ulama.

Kisah bermula saat Indonesia memproklamirkan kemerdekaan pada tahun 1945.

Baru tiga tahun menjadi bangsa merdeka, Indonesia dilanda gejala disentegrasi bangsa. Elite politik bertengkar dan tak mau duduk berdialog dalam satu forum.

“Kondisi ini diperburuk adanya pemberontakan yang memaksakan ideologi,” kata KH Masdar Farid Mas’udi, saat dikutip Liputan6.com, Selasa (11/6/2019).

Diawali pada pertengahan bulan Ramadan 1948, Presiden RI Soekarno memanggil KH Wahab Chasbullah ke Istana Negara.

PM China Zhoe Enlai berfoto bersama Presiden RI 1 Soekarno dan istri (Sumber Zee News Online) yang

Sebagai sosok ulama yang disegani, KH Wahab Chasbullah diajak berdiskusi untuk mengatasi situasi politik yang tidak sehat.

“Sebaiknya diselenggarakan silaturahim. Apalagi Idul Fitri kan umat muslim disunahkan bersilaturahmi,” saran Kiai Wahab.

“Ah, sampeyan kayak enggak tahu saja. Silaturahmi itu kan biasa. Bisa enggak dengan istilah yang lain,” Bung Karno ngeyel.

“Itu gampang,” kata Kiai Wahab.

“Gampang bagaimana? Mereka terus saja bertengkar, kok,” kata Bung Karno.

“Begini. Jadi, masalahnya elite politik itu tak mau bersatu karena saling menyalahkan. Padahal, saling menyalahkan itu kan dosa. Dosa itu haram. Supaya mereka tidak punya dosa (haram), maka harus dihalalkan, ” kata Kiai Wahab.

“Mereka harus duduk dalam satu meja untuk saling memaafkan, saling menghalalkan. Sehingga silaturrahmi nanti kita pakai istilah ‘halalbihalal’. Bagaimana?,” lanjutnya. (BERSAMBUNG)

Editor : Nefryu