Seorang anak kecil dipasangkan masker oleh ibunya untuk menghindari dari paparan kabut asap (Dok. Humas Sawit Watch)

Kitogalo.com – Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang terjadi di Pulau Sumatera dan Kalimantan, sudah mencapai pada level berbahaya.

Di Riau dan Kalimantan Tengah misalnya, masyarakat sudah mengeluhkan sesak nafas dan tidak dapat beraktifitas di luar rumah, karena pekatnya kabut asap.

Pemerintah sudah menetapkan 4 perusahaan sawit sebagai tersangka pembakar hutan dan lahan dan masih akan terus dikembangkan.

Inda Fatinaware, Direktur Eksekutif Sawit Watch merasa prihatin dan mengecam perusahaan yang telah membakar hutan dan lahan, untuk mencari keuntungan yang
besar.

Masyarakat juga sudah sangat menderita oleh adanya kabut asap, yang sudah terjadi selama beberapa minggu ini. Dampak yang diakibatkan oleh asap sudah sangat mengkhawatirkan, dan tidak dapat dianggap sebagai hal yang biasa.

“Paparan kabut asap secara rutin mereka alami setiap tahun. Bukan tidak mungkin memiliki dampak jangka panjang bagi kesehatan tubuh manusia. Bahkan mungkin saja akan menimbulkan dampak perkembangan yang negatif secara genetik,” ujarnya, Sabtu (21/9/2019).

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) melalui Direktorat Jendral Penegakan Hukum, telah memperoses sebanyak 370 perusahaan. Ratusan perusahaan itu terbukti membuka lahan dengan cara membakar.

Sebanyak 48 perusahaan dengan izin konsesi dan 1 lahan milik perorangan telah disegel. Terkait penyegelan tersebut, luasan lahan yang terbakar mencapai 8.931 hektare.

“Perusahaan yang telah terbukti melakukan pembakaran hutan dan lahan jangan sampai lolos dari tuntutan,” katanya.

Menurutnya, sudah seharusnya pemerintah dan aparat keamanan menindak tegas semua perusahaan, yang terbukti melakukan aktifitas pembakaran hutan dan lahan. Pemerintah tidak boleh kalah dengan korporasi atau perusahaan dan buktikan bahwa pemerintah berpihak kepada masyarakat, bukan kepada perusahan besar saja,” ungkapnya.

“Beberapa konsesi perusahaan yang terbakar bahkan sudah mengantongi izin RSPO dan ISPO, seperti PT. Adei, Group salah satu perusahaan di Malaysia, dan beberapa anak perusahaan SIPEF, Tolan Tiga,” katanya.

BACA JUGA :

Sawit Watch Sebut Pemerintah Lamban Antisipasi Dampak Karhutla

Ini Respon ICEL Terhadap Pernyataan Kontroversi ‘Karhutla Musibah dari Tuhan’

ICEL Sebut Perusahaan Belum Lakukan Pemulihan Lahan Pasca Kebakaran