Kitogalo.com, Palembang – Jaringan perdagangan manusia antarnegara atau Human Trafficking, ternyata beredar melalui modus lowongan kerja (lowker) di media sosial, termasuk Facebook. Lho kok bisa ya?
Ini yang dialami dua orang remaja puteri di Kota Palembang, Sumatera Selatan (Sumsel). NI (22) dan FO (22) yang sedang mencari pekerjaan, akhirnya melirik salah satu grup lowker di Facebook.
Peluang berkarir menjadi kasir dan pramusaji restoran di Malaysia dengan gaji yang menggiurkan, membuat kedua saudara ini tertarik untuk mencoba peruntungan.
Komunikasi yang terjalin antara agensi lowker dan kedua remaja ini, membuat oknum perdagangan manusia ini memanfaatkan momen ini untuk menjerat korban baru.
“Setelah kami berkomunikasi dan mengirimkan data pribadi, beberapa hari kemudian LN, anggota agensi lowker itu langsung memesan tiket pesawat dari Palembang ke Surabaya pada tanggal 4 September 2019. Padahal kami belum memberi jawaban mau berangkat ke Malaysia, terutama belum meminta izin ke orangtua,” ujar FO, Sabtu (9/11/2019).
Untuk kembali menjerat kedua korbannya, LN mengancam akan melapor ke polisi dengan tuduhan penipuan, jika NI dan FO tidak berangkat ke Surabaya. Mereka juga diancam agar jangan mengadu ke orangtua, jika mau bekerja di Malaysia.
Karena merasa ketakutan dilaporkan ke polisi, NI dan FO akhirnya berbohong kepada orangtuanya, dengan alasan hanya liburan saja ke Surabaya.
Sesampai di Surabaya, mereka diinapkan di rumah LN selama dua minggu tanpa aktifitas apapun. Dua remaja putri ini juga dibatasi berkomunikasi dengan keluarganya, agar rencana berangkat ke Malaysia tidak terendus.
“Kami lalu diberangkatkan ke Batam terlebih dahulu, kesepakatan awal kami berdua tidak dipisahkan. Saat menyeberang dari Batam ke Malaysia, kami dipisahkan oleh anggota agensi dengan berbagai alasan,” katanya.
Selama di Malaysia, NI dan FO bekerja tidak sesuai dengan janji awal agensi. Bahkan mereka mendapatkan perlakuan tidak manusiawi, tidak digaji, bekerja di luar batas, hingga mendapat kekerasan fisik dari majikannya.
Kedua remaja ini dipaksa bekerja sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT), pramusaji di restoran tanpa digaji hingga memasak makanan majikannya. Mereka pun harus menahan kelaparan, karena sulit mendapatkan makanan yang layak dikonsumsi.
Selama bekerja di restoran, FO berusaha meminta tolong kepada para pengunjung agar bisa dipinjamkan ponsel untuk menghubungi keluarganya. Aksi nekatnya ini tidak diketahui oleh pemilik restoran, yang juga mempekerjakan belasan karyawannya yang merupakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ilegal.
“Karena saya selalu berontak, akhirnya saya dikembalikan ke agensi dan diperlakukan tidak manusiawi. Mereka juga mengembalikan saya ke Indonesia pada akhir bulan Oktober 2019, namun saat menyeberang dari Johor ke Batam, saya berusaha kabur dan meminta tolong ke penumpang kapal,” ucapnya.
Wanita berambut pendek ini lalu dipinjamkan pakaian syar’i dan berpura-pura menjadi istri orang, dengan menggandeng penumpang pria lainnya yang mau membantunya.
Ketika sampai ke Batam, penyamaran dia awalnya tidak terendus jaringan perdagangan manusia yang menanti di pelabuhan Batam.
Pada akhirnya, gerak-gerik FO tercium oknum tersebut. Aksi kejar-kejaran pun tak terelakkan, namun FO berhasil kabur dan akhirnya menghubungi keluarganya.
Sedangkan NI, yang dipekerjakan di rumah mewah warga Malaysia, mendapat kesempatan kembali ke Indonesia, karena diajak anak majikannya untuk berlibur ke Batam, di awal November 2019. Beruntungnya, pasport NI tidak bisa digunakan untuk menyeberang lagi ke Malaysia.
Di dalam hotel, NI berusaha untuk menghubungi keluarganya. Meskipun banyak anggota jaringan perdagangan manusia antarnegara ini, mengawasinya di lingkungan hotel.
“Saya berpura-pura membeli makanan di minimarket dekat hotel. Di sanalah saya mengisi pulsa, karena anak majikan memberi saya ponsel dan uang. Saya langsung menghubungi keluarga dan meminta untuk segera dijemput,” ucap NI.
Salah satu yang membantunya yaitu Yeyen, anggota Pemuda Pancasila Palembang, yang menghubungi anggota Pemuda Pancasila Batam untuk mengevakuasi NI. Tanpa putus harapan, NI tetap berjuang untuk bisa bertahan di dalam hotel dan menanti diselamatkan.
Selama berada di genggaman jaringan perdagangan manusia antarnegara ini, semua dokumen hingga telepon genggam disita. Mereka pun kesulitan untuk menghubungi keluarganya.
“Dengan kejadian ini, kami masih merasa trauma dan tidak mau lagi mencari pekerjaan yang tidak jelas seperti ini. Masih banyak warga Indonesia yang terjebak di sana dan tidak bisa kembali. Kami beruntung bisa pulang ke keluarga hanya dalam waktu dua bulan saja,” ungkap remaja berjilbab ini.
Jaringan perdagangan manusia antarnegara ini, memang tidak mengenal belas kasihan guys.. Jadi kalian wajib waspada ya dan jangan tergiur janji karir menarik di luar negeri, yang pada akhirnya membuat kalian tidak diperlakukan manusiawi di negeri seberang.
Editor : Nefri
BACA JUGA :
Kamu Harus Tahu, Polresta Palembang Naik Status Jadi Polrestabes
Wow.. Angkringan ala Yogyakarta Ada di Tokyo Jepang
Ragu Jika Kamu Mengalami Burn Out, Cek Ciri-ciri Khususnya..